Sunday, May 19, 2024

Dana PEN Bisa Kerek Citra Figur Jelang Pemilu 2024, Haruskah Dihapus?

EraKita.id – Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi menemukan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sangat berpotensi menjadi komoditas politik demi menggerek figur tertentu jelang Pemilu 2024.

“Ke depan ada pesta demokrasi (Pemilu 2024) itu artinya kalau dana PEN ini tetap ada maka akan menjadi komoditi elite politik untuk citranya naik dan supaya yang bersangkutan menjadi pejabat lagi,” kata Uchok Sky Khadafi saat diskusi publik di kawasan Utan Kayu, Kecamatan Matraman, Jakarta Timur pada Kamis (4/8/2022) petang.

Acara yang bertajuk ‘Dana PEN Antara Pemulihan Ekonomi dan Jerat Korupsi Pejabat Publik?’ ini diadakan oleh DPP Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI).

Dalam kesempatan itu, turut hadir Ketua KNPI Haris Pertama, Guru Besar Hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia Suparji Ahmad dan akademisi Rocky Gerung.

Menurut Uchok, memanfaatkan dana PEN sebagai alat penggerek citra seseorang tidak akan ada manfaatnya bagi masyarakat, terutama kalangan miskin.

Uchok justru khawatir terjadi penyimpangan terhadap penyelenggaraan dana PEN, yang dapat dimanfaatkan untuk menyuap atau menyogok rakyat, agar yang bersangkutan terpilih di masa mendatang.

“Karena itu dana PEN ke depan harus dihentikan. Bagi stabilitas pemerintah dana PEN tentu efektif yah, tetapi buat kesejahteraan rakyat itu tidak,” ujar Uchok.

“Rakyat masih banyak pengangguran, masih tetap lapar dan harga-harga tetap naik. Jadi, dana PEN itu tidak ada untungnya bagi rakyat, tapi untuk kestabilan pemerintah Pak Jokowi mantap,” lanjutnya.

Uchok meyakini, pemerintah bisa mensejahterahkan rakyat tanpa mengucurkan anggaran melalui dana PEN.

Pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Joko Widodo, hanya perlu menunaikan program kerja atau visi-misi saat mencalonkan diri sebagai Capres 2019 lalu.

“Itu yang harus diterapkan, kan dia punya visi-misi dan program-program yang belum diterapkan. Jadi itu itu yang dijalankan, karena PEN ini kan sebetulnya dana darurat untuk menanggulangi pandemi,” ucapnya.

Selain itu, kata dia, dana PEN sangat rawan disalahgunakan oleh pegawai pemerintah maupun pejabat publik.

Salah satu kasus yang sempat menyita perhatian publik adalah mantan Menteri Sosial RI Juliari Batubara yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas kasus suap bantuan sosial (bansos) Covid-19 senilai Rp 32 miliar.

“Dana PEN dihentikan saja karena banyak salah sasaran, dan ada korupsinya juga,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Uchok juga menyoroti temuan sejumlah ketidakpatuhan dan kelemahan pengendalian sistem internal terhadap program penanganan Covid-19 dan PEN.

Temuan itu sempat diungkap oleh Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Agung Firman Sampurna pada tahun 2021 lalu.

“Kalau pengendalian internal berarti mereka tidak punya juklak (petunjuk pelaksanaan) dan juknis (petunjuk teknis), jadi mereka main jalankan program saja, sehingga terjadi salah sasaran anggaran, kayak anggaran untuk masyarakat malah dibeli snack atau makan pegawai sendiri,” jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Ilmu Hukum dari Universitas Al Azhar Indonesia, Prof Suparji Ahmad menambahkan, temuan BPK ini menunjukkan adanya carut marut dari pengelolaan dana PEN.

Hal ini mengindikasikan adanya tata kelola keuangan yang tidak baik dan tidak benar.

“Potensi perbuatan melawan hukumnya diduga kuat terpenuhi, kemudian pula unsur merugikan keuangan negara diduga kuat juga terpenuhi,” ujar Prof Suparji.

Jika hal itu terpenuhi, kata dia, diduga kuat ada praktik pidana korupsi. Masalah ini tidak bisa dibiarkan karena pemerintah seharusnya menyelenggarakan pemerintahan dengan tata kelola yang baik (good governance).

“Fakta dan temuan tersebut menunjukkan indikasi penyimpangan. Indikasi yang tidak sesuai dengan prosedur, oleh karenanya potensi tindak pidana korupsi cukup kuat atau diduga kuat,” katanya.

“Tinggal bagaimana porses pembuktiannya, sehingga diperlukan komitmen penegak hukum untuk mengungkapkannya dan dorongan dari masyarakat termasuk KNPI. Harapannya ini tuntas dan memberikan kebaikan bagi bangsa dan negara dalam hal ekonomi,” lanjutnya.

Sementara itu, Ketua Umum DPP KNPI Haris Pertama menambahkan diskusi ini digelar untuk menyikapi maraknya kasus korupsi yang terjadi di Tanah Air.

Sebagai penerus bangsa di masa depan, Haris menginginkan para pemuda terbebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).

“Kami para pemuda Indonesia, pemilik masa depan peradaban bangsa ini yang nantinya mungkin akan memimpin, jangan sampai negara ini rusak dan dikuasai oleh para koruptor dan dikuasi oleh oligarki yang ingin meraup semua kewenangan di negara,” kata Haris.

Hasil diskusi ini, kata dia, akan disampaikan kepada KPK, Kejaksaan, maupun aparat penegak hukum lainnya yang dapat menangani perkara korupsi.

Dia menginginkan, aparat melakukan pengawasan lebih intensif terhadap penyelenggaraan anggaran negara, salah satunya dana PEN.

“Pengawasannya tidak ada, dan setelah terjadi langsung heboh baru dilakukan penyelidikan dan penangkapan. Ini yang harus diperbaiki dari kinerja penegak hukum kita, semoga ini jadi masukkan bagi KPK dan Kejagung,” imbuhnya. (*)

Baca Juga

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Populer