Thursday, April 25, 2024

Kementerian PPPA Lakukan Upaya Pencegahan dan Penanganan Perkawinan Anak di Kabuapten Wajo

Erakita.id – Salah satu arahan Presiden Jokowi kepada Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak (PPPA) adalah Penurunan Angka Perkawinan Anak. Target RPJM prevalensi Pernikahan anak menjadi 8, 74% pada tahun 2024, di tahun 2022 ini target batas angka nasional 9,44.

Provinsi Sulawesi Selatan masih menempati angka diatas batas angka Nasional Perkawianan Anak, dan Kabupaten Wajo menempati urutan pertama kasus pernikahan anak di Sulawesi Selatan. Berdasarkan data UPTD PPA Dinsos Kabupaten Wajo tercatat sebanyak 506 kasus pernikahan dini di Kabupaten Wajo di tahun 2020.

Sedangkan pada tahun 2021 angka tersebut meningkat menjadi 746 kasus. Sampai tanggal 24 Mei 2022 tercatat sudah ada 196 berkas pemohon dispensasi nikah di Wajo.

“Melihat kondisi ini KemenPPPA mengajak tokoh adat, tokoh agama maupun aktifis perempuan dan anak melaksanakan Diskusi Terpumpun (FGD) .Diskusi tersebut bertujuan untuk menggali akar masalah sehingga mendapatkan jalan terbaik dalam upaya pencegahan dan penganan perkawinan anak di Kabupaten Wajo” ucap Ulfah Mawardi Staf Khusus Menteri PPPA. Sabtu, (25/06/2022)

Melalui rilis yang diterima erakita.id acara diskusi ini dibuka oleh Wakil Bupati Wajo Amran, turut hadir Sekretaris Dinas PPA Propinsi Sulsel guna memberikan sambutan dengan dihadiri oleh 40 peserta dari tokoh agama, tokoh adat, aktifis perempuan dan anak, forum anak dan forum genre serta beberapa lembaga daerah yang terkait dengan permasalahan perkawinana anak seperti pengadilan agama, Kemenag dan Dinas Pendidikan Kab. Wajo.

Viralnya kasus perkawinan anak di Kabupaten Wajo ini, kata Ulfah, menjadi perhatian Menteri PPPA Bintang Puspayoga dan  meminta langsung dirinya sebagai staf khusus menteri bidang anak untuk datang  menggali masalah apa   yang tejadi di lapangan dan berdiskusi  dengan tokoh adat, tokoh agama maupun masyarakat, sehingga mendapatkan jalan terbaik dalam upaya Pencegahan dan Penganan Perkawinan anak di kabupaten Wajo yang semakin hari semakin tak terkendali

“Salah satu hal yang belum diketahui masyarakat adalah hadirnya UU No 16 tahun 2019 tentang batas usia perkawinan anak, baik laki-laki maupun perempuan itu berusia 19 tahun. Kehadiran kami juga sekaligus mendorong agar parah tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemerintah daerah memassifkan sosialisasi batas usia perkawinan, sehingga tidak terjadi pelanggaran hak anak karena menikah di usia anak ( di bawah 18 tahun).” jelas Ulfah.

Dikatakan Ulfah, negara menjamin hak warga negara untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah, menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

“Hal ini diaplikasikan dengan melakukan aktifitas pencegahan secara terus menerus  mensosialisasikan bahwa perkawinan pada usia anak menimbulkan banyak dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan akan menyebabkan tidak terpenuhinya hak dasar anak seperti hak pendidikan jika anak menikah di usia di bawah 18 tahun maka kemungkinan besar pendidikan anak tersebut terputus.” Katanya.

Hak kesehatan, lanjutnya, anak yang menikah dini sangat rawan mengalami kanker serviks, masalah persalinan dan kesehatan ibu dan bayi terancam, anak stunting karena pemahaman dan kesiapan terkait reproduksi belum mereka pahami, belum lagi kondisi fisik dan psyikis yang belum matang jiwa raga untuk dapat melangsungkan perkawinan sehingga belum dapat mewujudkan tujuan perkawinan yakni membentuk rumah tangga yang bahagia dan keturunan yang berkualitas.

“Dalam Aspek Penanganan kita harapkan adanya bimbingan dan pendampingan pada anak-ank yang sudah terlanjur melakukan perkawinan di usia anak dengan menunda kehamilan, jika terlanjur hamil, menuda kehamilan kedua dan seterusnya, mengajarkan terkait kesehatan reproduksi dan memastikan hak atas pendidikan, tumbuh kembang dan kesehatan anak terjamin.” Ujar stafsus Menteri PPPA tersebut.

Sementara, Wakil Bupati Wajo Amran, sangat mengapresiasi kegiatan yang dilakukan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak ini.

Amran menegaskan, viralnya kasus perkawinan anak beberapa waktu lalu menjadi perhatian dan harus bersama-sama seluruh elemen masyarakat untuk dapat mencari sekaligus menemukan solusinya.

“Jika jalan sendiri-sendiri kita tidak mampu menurunkan angka perkawinana anak. kita dikenal dengan Kota Santri, kita sudah sampaikan bahwa para penceramah, salah satu materi ceramahnya adalah stop perkawinan usia anak. Ini salah satu upaya menurunkan perkawinan anak di kabupaten Wajo.” Tegasnya.

Hal senada ditegaskan oleh Sekretaris Dinas PPPA Provinsi Sulawsi Selatan, dalam sambutannya menyampaikan bahwa Kabupaten Wajo harus melakukan berbagai upaya untuk menjadikan kondisi yang saat ini menjadi keprihatinan bersama yakni angka perkawinan anak yang tiap tahun kasusnya meningkat cukup tinggi bisa menurun menjadi 0 kasus pasca pelaksanaaan FGD ini.

“Ini bukan hal yang tidak mungkin karena kabupaten yang bersebelah secara geografis dengan Wajo yakni kabupaten Bone, kasus perkawinan anaknya nol persen,” harapnya.

Lebih lanjut, menutupi diskusi tersebut, Ulfah mengucapkan banyak terima kasih kepada semua perwakilan tokoh agama, hadir langsung ketua MUI Kab. Wajo, hadir pula dari tokoh adat, aktifis perempuan dan anak, forum anak, forum genre, serta Dinas PPPA Kabupaten Wajo yang telah membantu suksesnya acara FGD ini.

“Kami berharap kajian dan diskusi terpumpun untuk mengurai dan mencari solusi pencegahan dan penanganan anak di Kabupaten Wajo menjadi awal kerja nyata dalam membangun komitmen bersama seluruh komponen yang ada di Wajo untuk zero toleran terhadap perkawinan anak sehingga dalam waktu yang relatif cepat akan terjadi penurunan angka perkawinan Anak di kabupaten Wajo.” Tutup Ulfah.(*)

 

Baca Juga

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Berita Populer